Wednesday, June 29, 2005

Kami berenam berjalan memasuki kafe tersebut. Ketiga motor yang kami tunggangi telah terparkir rapi di samping bangunan megah tersebut. Musik yang dimainkan oleh band di tempat itu terdengar hingga areal parkir. Sementara, para muda-mudi seusia kami bergerak masuk dan keluar. Langkah segera kami percepat, dan hanya dalam beberapa menit, tidak seorang pun di antara kami yang berada di luar.
Segera setelah berada di dalam, Joshua cepat-cepat mencari tempat duduk yang nyaman. Untunglah, ia memang pintar dalam urusan seperti itu, sehingga kami mendapat tempat duduk yang sangat strategis. Segera setelah kami duduk, pembicaran pun dimulai.
“Yah, seperti kalian semua ketahui, kita terpaksa berpisah! Aku harus kembali ke Surabaya, sedangkan kalian semua masih tetap bersekolah di Yogya. It’s time that unify us, and time that’ll separating us !” ujar Mawan.
“Wan, we’ll miss you. Tapi, perpisahan ini bukan hanya karena kamu pergi kembali ke Surabaya. Toh, walaupun kamu pergi ke Surabaya kita juga nggak akan bisa sedekat sekarang lagi. Semua urusan kuliah dan teman-teman baru kita, pasti akan banyak menyita waktu!” jawab Bayu.
“Yah, aku nggak mau sok suci dengan ngomong kalo aku nggak bakalan kayak gitu. Bener, cepat atau lambat, pasti aku akan sibuk dengan teman-teman baru. Tapi guys, aku janji kalau aku nggak bakal ngelupain kalian semua!” kata Ali menimpali ucapan Bayu.
“Kalian tahu? Gua nggak akan bisa ngelupain kalian. Kalian semua sudah menjadi sebuah bagian terbaik dalam hidupku. Gua pingin saat terakhir ini, malam terakhir kita bisa bersama ini, menjadi sebuah saat yang selalu terukir di dalam hati kita. Gua kepengen ini bisa menjadi sebuah prasasti tanda persahabatan kita!” sahut Joshua.
“Well, gua juga merasa kalau kita udah kayak saudara sendiri. Walaupun aku baru kenal kalian semua sejak kelas 2, aku merasa kayak udah lama kenalan! Gua janji, gua nggak bakal lupa ama malam ini!” timpal Adi.
“Aku percaya kalau kalian nggak bakalan lupa. Tapi aku percaya bahwa ada satu orang yang nggak akan ingat kita ngomongin apa malam ini! Tuh, Pandu udah tidur!” tunjuk Mawan. Kontan saja semuanya melihat kearahnya dan ketawa.
Suasana keakraban sangat terasa malam itu. Kehangatan persahabatan menyelimuti kami dalam pembicaraan semalam suntuk dalam rangka pelepasan Mawan. Entah siapa yang mengatur, band di belakang kami memainkan sebuah lagu yang sangat menyentuh hati kami Sebuah lagu dari Project Pop, Íngatlah Hari Ini.
Kamu sangat berarti, istimewa di hati. Selamanya rasa ini. Jika tua nanti kita, telah hidup masing-masing, Ingatlah hari ini. Lirik dari lagu itu, selamanya meresap di dalam hati kami, dan memang, kami tidak akan melupakan malam itu, selama-lamanya.

spasi nih........

Buat temen-temenku di SMA, terutama para anggota F3 (Final Fantasy Freakz), gw tahu kalau kalian semua dah baca tulisan di atas ini, di noveletku yang judulnya Story Of Us (yang belon baca, ini prolognya!!!). Tapi, ada sedikit perubahan juga sih, gw ganti namanya, gw sesuaiin ama Interogator! Sebenernya, kenapa aku ngepost ini di sini, adalah karena aku denger dari salah satu orang kalo si Mawan ini bakal balik ke Jogja waktu liburan. Oooh, I miss you all!!! Kapan nih kita bisa ngumpul di base camp lagi, nonton film ampe malem, begadang (dan ngejagain aku biar nggak tidur), sambil maen DDR n makan jagung bakar??? Gw kangen ma kalian semua, dimana waktu itu kita semua adalah Jomblo-jomblo bahagia!!!! Yang jelas, tiap aku denger lagu itu, aku selalu inget kalian. Project Pop!!!

Monday, June 20, 2005

Bien que mon existence soit si infime à ne pas mériter l’amour de Dieu…….
J’ai vécu la vie qui me fut donée selon ma proper vérite,
Sans jamair avoir des remords.
Pour un être humain,
Peut – il y avoir plus grand bonheur.


(Walaupun keberadaanku tidak pantas untuk mendapatkan cinta dari Tuhan……..
Aku akan menjalani hidupku sesuai bagianku,
Tanpa sesal.
Sebagai seorang manusia,
Aku tidak dapat mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari ini
)
spasi
Well, I found this quote from the review of Baerusaiyu no Bara (Rose of Versailles) in Animonster. I read it, and tought that it perfectly match me!!! Well, you know, I hate myself that much, and considered myself as a pile of trash which has lower value than even a dog shit, for I have done something, which was my biggest mistake. Yet, reading this quote, I feel that there's no need to regret everything that has been done. Eventhough I am lower than a dog shit, I'll live my life as my own part. I learned too how to live by myself also.

Saturday, June 18, 2005

Dialog Tak Terucap

Dialog Tak Terucap

Malam itu, aku beranjak dari tempat tidurku yang nyaman, pergi tinggalkan dirinya. Tinggalkan wanita yang tidur di sampingku. Sesosok wanita setengah baya yang nyinyir, wanita yang selalu siap membuka mulutnya dalam keadaan apa pun. Wanita yang tidak pernah kehabisan kata-kata untuk setiap kejadian. Aku pergi tinggalkan dirinya, tertidur lelap berpeluk sepi. Aku pergi tinggalkan dirinya, menuju ke hamparan karpet beludru hitam pekat yang dihiasi oleh taburan mustika-mustika berkilauan. Pergi meninggalkan kehangatan pelukan sang Morpheus, menuju ke tiupan angin dingin nan menusuk tulang yang mengundangku pergi ke sana. Tinggalkan sementara keempukan kasurku, berselingkuh dengan rerumputan hijau di luar. Saksikan bintang-bintang di langit berpendar membakar helium yang ada dalam diri mereka. Pikirkan bagaimana suatu saat bintang-bintang itu akan mati dan bertransformasi sedemikian rupa, sehingga mereka semua berubah membesar menjadi raksasa ganas berwarna merah. Renungkan bagaimana mereka semua kelak akan menghilang, keindahan itu akan menjadi sebuah lubang penyedot tak kenal ampun, Sang Lubang Hitam.

Malam itu, dia telah beranjak dari tempat tidurnya yang nyaman, pergi tinggalkan aku sendiri. Tinggalkan wanita yang tidur di sampingnya. Sesosok wanita setengah baya yang penuh perhatian, yang siap untuk membuka mulutnya dan memberikan nasihat pada keadaan apapun. Wanita yang selalu siap untuk membantu, menghibur, dan menyanjungnya dengan penuh ketulusan hati dalam keadaan apapun. Dia pergi tinggalkan aku yang tertidur lelap berpeluk sepi. Pergi, ke bawah selimut hitam raksasa yang bertaburan ratna berkelip. Pergi meninggalkan kehangatan yang sebenarnya selalu ada di sampingnya, menuju ke tengah keheningan mencekam nan dingin menusuk sumsum yang mengundangnya. Mengkhianati kelembutan tempat tidurnya yang ada, berselingkuh dengan basahnya embun di rumput malam. Disambut suara-suara malam, aku pun beranjak meninggalkan kasurku dan berdiri di tepi jendela, mengamati berlian-berlian yang tergantung menemani sang Chandra. Saksikan bagaimana mereka berpendar membakar helium mereka dalam reaksi fusi berantai. Pikirkan bagaimana bintang-bintang itu kelak akan mati dan beralih rupa menjadi sebuah lingkar hitam bergravitasi tinggi yang akan menarik dan menghancurkan semuanya. Hanya meninggalkan sebuah kekosongan mencekam. Mempersonofikasikan kekosongan itu dalam hatiku tanpa dirimu.

Aku menggeletak, berbaring memandang lazuardi, ditemani dengan belai-belai rerumputan nan halus dan basah oleh embun. Berpikir mengenai semua hal yang telah terjadi antara aku dan istriku, seolah semua memoriku tumpah dan mengalir pelahan, seolah diputar dengan proyektor film tua. Buatku kembali mengenang semua peristiwa-peristiwa yang telah lama lalu. Kecurigaan-kecurigaannya kepadaku sepanjang waktu, kemarahannya yang muncul ketika aku tidak melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya, bahkan kemarahannya yang tidak beralasan pada waktu-waktu tertentu. Inikah balasan darinya atas semua yang telah kulakukan untuk kebaikan seluruh keluarga? Setelah semua keringat yang kutumpahkan demi memberi mulut-mulut kelaparan seisi keluarga? Aku tidak dapat memahami alasan-alasan di balik tindakan wanita itu! Dia memang sangat susah untuk dimahami, diselami, dan digali lebih dalam. Ada semacam barrier yang terpasang di sekeliling dirinya. Tak pernahkah terpikir dalam dirinya bahwa semua tindakanku itu beralasan? Kenapa harus aku yang selalu berusaha memahami dirinya? Tidakkah ia ingin mengerti semua alasan di balik semua tindakanku selama ini?

Aku tidak dapat memejamkan mata, hanya mampu berdiri tegak di memandangi bentangan cakrawala malam sembari menatap kilauan sang Lintang, ditemani oleh suara desau rumpun bambu yang terletak di samping rumah. Berpikir mengenai semua yang terjadi antara aku dan suamiku, seolah semua memori yang telah terbungkus dan tersimpan dalam waktu yang lama mendapatkan sayap dan keluar dari gudang penyimpanannya untuk kemudian terbang mengitariku. Buatku kembali mengenang semua peristiwa-peristiwa yang telah lama kami lalui. Kecurigaan-kecurigaan bercampur kecemasan dan kegelisahan yang menerpa diriku ketika dia pulang begitu terlambat, meninggalkanku seorang diri di rumah. Kesepian, menanti kepulangan pujaanku itu. Teguran-teguran yang selalu kuberikan padanya dengan harapan akan menyadarkannya, ternyata tidak kunjung membawa pulang sesal bersamanya pada dini hari. Kemarahan-kemarahan tanpa alasan yang kutujukan kepadanya ketika seluruh emosiku sedang kacau dan tidak stabil, kutujukan padanya karena hanya dengan dialah aku percaya sepenuhnya. Aku senantiasa berusaha untuk memahami dirinya, berusaha untuk memahami alasan-alasannya melakukan tindakan-tindakan semacam itu, dan berusaha untuk selalu berpikir positif setiap waktu. Aku selalu melakukannya………..

Kunang-kunang terbang berkeliaran di padang ini, mengundangku untuk mengamati polah lincah mereka yang seolah terbang ingin menerangi seisi padang ini. Pikiranku teralih pada sosok kunang-kunang itu, mengamati indahnya kebersamaan yang tercipta antara mereka. Serasa ruangan di dalam hatiku tersentuh kehangatan oleh pijar cahaya dari kunang-kunang itu, kehangatan dari sebuah kebersamaan, sebuah persatuan. Entah mengapa, baru kusadari saat ini bahwa kebersamaan yang hangat itu bukan hanya sebuah utopia. Ironisnya, semua itu baru kusadari melalui perantaraan hewan-hewan kecil nan lemah dan tak berdaya ini. Menyadarkanku akan arti sebuah rasa sayang. Membuatku merasa sangat bersyukur bahwa aku memiliki seseorang yang selalu hadir di sampingku untuk disayang dan menyayangiku. Walaupun dia nyinyir dan tak penah bisa menutup mulutnya, akan tetapi dia senantiasa mendukungku dalam keadaan apapun. Oh Tuhan, mengapa aku tidak penah bersyukur akan kehadirannya sebelum ini? Sedemikian bodohnya kah aku, sehingga setelah sedemikian lama baru aku mensyukurinya?

Aku berdiri di teras depan rumahku, memandangi pijar cahaya kunang-kunang yang indah, bagaikan peri bintang yang turun dan bermain kejar-kejaran di bumi ini. Mataku terpaku pada mereka. Tampak indah, seolah menggodaku untuk memperhatikan mereka. Seluruh syaraf otakku terpusat hanya pada kunang-kunang itu, menyentakkanku tentang arti dan indahnya sebuah kebersamaan, sebuah persatuan. Sudah sejak lama sebenarnya aku menyadari bahwa kebersamaan yang hangat itu bukanlah utopia. Dan saat ini, semua itu kembali disegarkan oleh tarian para pijar-pijar malam ini. Menyadarkanku akan arti dari sebuah rasa sayang. Membuatku merasa sangat bersyukur bahwa aku memiliki seseorang yang berada di sampingku untuk disayang dan menyayangiku. Walaupun seringkali dia membuatku diliputi oleh mega kecemasan dan awan kegelisahan, akan tetapi dia senantiasa mendekapku dalam lindungannya. Oh Tuhan, mengapa aku tidak pernah mensyukuri kehadirannya di sisiku sebelum ini? Sedemikian bodohnya kah aku, sehingga butuh waktu yang lama hanya untuk menyadarinya?

Wahai kunang-kunang, sang penjaga malam yang menari-nari di sekeliling rerumputan ini, terbanglah dan sampaikan padanya, bahwa aku menyayanginya. Katakan padanya dengan kelembutan dan kehangatan pijar cahayamu, bahwa aku berterima kasih atas keberadaannya di sisiku. Berikan dia lingkar cahayamu, dan lindungilah dia dalam tidur malam ini. Ucapkan terimakasihku padanya dengan sentuhan ringanmu, dan sampaikan padanya, bahwa aku telah menyadari hangatnya kebersamaan dan sayang, apapun yang terjadi.

Wahai kunang-kunang, sang penjaga malam yang menari-nari di hamparan bunga-bunga di taman gelap gulita ini, terbanglah dan sampaikan padanya, bahwa aku menyayanginya. Katakan padanya dengan kelembutan dan kehangatan pijar cahayamu, bahwa aku berterima kasih atas keberadaannya di sisiku. Berikanlah lingkar cahayamu padanya, dan lindungilah dia dalam tidurnya malam ini. Ucapkan terimakasihku padanya dengan sentuhan ringanmu, dan sampaikan padanya bahwa kebersamaan dan rasa sayang adalah sesuatu yang sangat hangat, apapun yang terjadi.

Sang penari yang berpentas di atas panggung gelap gulita malam, selimutilah wanita itu dengan percik pijar cahayamu nan lembut. Lindungi dia dengan tubuh mungilmu itu. Masuklah ke dalam pikirannya, dan ubahlah mimpinya menjadi menenangkan, dan jauh dari bayang kekerasan yang muncul akibat perbedaan-perbedaan kami berdua. Masuklah lebih dalam ke hatinya, jamahlah dengan kaki-kaki kecilmu itu dan mainkanlah tarian lembutmu di sana.

Sang balerina anggun yang melompat-lompat di atas panggung bertabur sorot rembulan, selimutilah pria itu dengan percik cahayamu nan lembut. Lindungilah dia dengan sosok mungilmu itu. Masuklah ke lapisan terdalam dari imajinasinya, dan hantarkan dia ke dalam ketenangan hati, jauhkan dari bayang kekerasan yang muncul akibat perbedaan-perbedaan dari kami berdua. Menyelamlah lebih dalam ke hatinya, sentuhlah dengan sayap-sayap mungilmu itu dan mainkanlah tarianmu di sana.

Kunang-kunang itu tetap beterbangan di sekitar teras rumah dan padang rumput itu. Mereka memainkan tariannya dan memberikan pijar penghangat bagi siapa pun yang membutuhkan. Kata mereka, “Selamat tidur!”
Tulisan ini terinspirasi dari War of the World yang sering terjadi di rumahku.. Dan, begitu aku jadiin bentuk prosa gini, ternyata banyak yang seneng. Jadi, aku post di sini dan didedikasikan buat Arie yang suka banget ama tulisan ini. Baek2 di Undip ya!!!

Monday, June 13, 2005

Imagine

Imagine there's no countries,
It isnt hard to do,
Nothing to kill or die for,
No religion too,
Imagine all the people living life in peace...
(Imagine - John Lennon)
spaso
Yup, if only there's no such things like Countries and Religion....... I mean, let's focus on this religion thing. I've seen a lot of conflict related with religion. From big conflict that caused war to small conflict that caused a separation between friends. Let's take a look, the reason behind the existence of religion.
First of all, human create religion to fulfill their needs of God. Yet, this was the main purpose, and it was very great. But then, somehow they began to create such kind of rituals, which they said to worship God. But, do God really need such kind of rituals?? The real essence of worshiping God is not in the ritual, but in the act and heart itself. Yet, this rites grow bigger and began to make a differences in the world, which causes a lot of conflict.
Oh come on, what so wrong by being so different? Well, each religion had a dark past in their history, but who had no dark past? Let;s just forget about it, and step into a brighter future!!!! If your purpose is worshiping God, could you put those dogmas outside! You may use it, but please do not make it the first thing in your religious life. I've seen so many conflict happened because of those dogmas!!! (About valentine's day, kissing, veiling, etc,etc!!!!!! Students in SMA 2 must have remembered those things!!!!)
For Yason and Ajeng, please. Realize that the secularism is caused by opeople like you!!!!