Saturday, June 18, 2005

Dialog Tak Terucap

Dialog Tak Terucap

Malam itu, aku beranjak dari tempat tidurku yang nyaman, pergi tinggalkan dirinya. Tinggalkan wanita yang tidur di sampingku. Sesosok wanita setengah baya yang nyinyir, wanita yang selalu siap membuka mulutnya dalam keadaan apa pun. Wanita yang tidak pernah kehabisan kata-kata untuk setiap kejadian. Aku pergi tinggalkan dirinya, tertidur lelap berpeluk sepi. Aku pergi tinggalkan dirinya, menuju ke hamparan karpet beludru hitam pekat yang dihiasi oleh taburan mustika-mustika berkilauan. Pergi meninggalkan kehangatan pelukan sang Morpheus, menuju ke tiupan angin dingin nan menusuk tulang yang mengundangku pergi ke sana. Tinggalkan sementara keempukan kasurku, berselingkuh dengan rerumputan hijau di luar. Saksikan bintang-bintang di langit berpendar membakar helium yang ada dalam diri mereka. Pikirkan bagaimana suatu saat bintang-bintang itu akan mati dan bertransformasi sedemikian rupa, sehingga mereka semua berubah membesar menjadi raksasa ganas berwarna merah. Renungkan bagaimana mereka semua kelak akan menghilang, keindahan itu akan menjadi sebuah lubang penyedot tak kenal ampun, Sang Lubang Hitam.

Malam itu, dia telah beranjak dari tempat tidurnya yang nyaman, pergi tinggalkan aku sendiri. Tinggalkan wanita yang tidur di sampingnya. Sesosok wanita setengah baya yang penuh perhatian, yang siap untuk membuka mulutnya dan memberikan nasihat pada keadaan apapun. Wanita yang selalu siap untuk membantu, menghibur, dan menyanjungnya dengan penuh ketulusan hati dalam keadaan apapun. Dia pergi tinggalkan aku yang tertidur lelap berpeluk sepi. Pergi, ke bawah selimut hitam raksasa yang bertaburan ratna berkelip. Pergi meninggalkan kehangatan yang sebenarnya selalu ada di sampingnya, menuju ke tengah keheningan mencekam nan dingin menusuk sumsum yang mengundangnya. Mengkhianati kelembutan tempat tidurnya yang ada, berselingkuh dengan basahnya embun di rumput malam. Disambut suara-suara malam, aku pun beranjak meninggalkan kasurku dan berdiri di tepi jendela, mengamati berlian-berlian yang tergantung menemani sang Chandra. Saksikan bagaimana mereka berpendar membakar helium mereka dalam reaksi fusi berantai. Pikirkan bagaimana bintang-bintang itu kelak akan mati dan beralih rupa menjadi sebuah lingkar hitam bergravitasi tinggi yang akan menarik dan menghancurkan semuanya. Hanya meninggalkan sebuah kekosongan mencekam. Mempersonofikasikan kekosongan itu dalam hatiku tanpa dirimu.

Aku menggeletak, berbaring memandang lazuardi, ditemani dengan belai-belai rerumputan nan halus dan basah oleh embun. Berpikir mengenai semua hal yang telah terjadi antara aku dan istriku, seolah semua memoriku tumpah dan mengalir pelahan, seolah diputar dengan proyektor film tua. Buatku kembali mengenang semua peristiwa-peristiwa yang telah lama lalu. Kecurigaan-kecurigaannya kepadaku sepanjang waktu, kemarahannya yang muncul ketika aku tidak melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya, bahkan kemarahannya yang tidak beralasan pada waktu-waktu tertentu. Inikah balasan darinya atas semua yang telah kulakukan untuk kebaikan seluruh keluarga? Setelah semua keringat yang kutumpahkan demi memberi mulut-mulut kelaparan seisi keluarga? Aku tidak dapat memahami alasan-alasan di balik tindakan wanita itu! Dia memang sangat susah untuk dimahami, diselami, dan digali lebih dalam. Ada semacam barrier yang terpasang di sekeliling dirinya. Tak pernahkah terpikir dalam dirinya bahwa semua tindakanku itu beralasan? Kenapa harus aku yang selalu berusaha memahami dirinya? Tidakkah ia ingin mengerti semua alasan di balik semua tindakanku selama ini?

Aku tidak dapat memejamkan mata, hanya mampu berdiri tegak di memandangi bentangan cakrawala malam sembari menatap kilauan sang Lintang, ditemani oleh suara desau rumpun bambu yang terletak di samping rumah. Berpikir mengenai semua yang terjadi antara aku dan suamiku, seolah semua memori yang telah terbungkus dan tersimpan dalam waktu yang lama mendapatkan sayap dan keluar dari gudang penyimpanannya untuk kemudian terbang mengitariku. Buatku kembali mengenang semua peristiwa-peristiwa yang telah lama kami lalui. Kecurigaan-kecurigaan bercampur kecemasan dan kegelisahan yang menerpa diriku ketika dia pulang begitu terlambat, meninggalkanku seorang diri di rumah. Kesepian, menanti kepulangan pujaanku itu. Teguran-teguran yang selalu kuberikan padanya dengan harapan akan menyadarkannya, ternyata tidak kunjung membawa pulang sesal bersamanya pada dini hari. Kemarahan-kemarahan tanpa alasan yang kutujukan kepadanya ketika seluruh emosiku sedang kacau dan tidak stabil, kutujukan padanya karena hanya dengan dialah aku percaya sepenuhnya. Aku senantiasa berusaha untuk memahami dirinya, berusaha untuk memahami alasan-alasannya melakukan tindakan-tindakan semacam itu, dan berusaha untuk selalu berpikir positif setiap waktu. Aku selalu melakukannya………..

Kunang-kunang terbang berkeliaran di padang ini, mengundangku untuk mengamati polah lincah mereka yang seolah terbang ingin menerangi seisi padang ini. Pikiranku teralih pada sosok kunang-kunang itu, mengamati indahnya kebersamaan yang tercipta antara mereka. Serasa ruangan di dalam hatiku tersentuh kehangatan oleh pijar cahaya dari kunang-kunang itu, kehangatan dari sebuah kebersamaan, sebuah persatuan. Entah mengapa, baru kusadari saat ini bahwa kebersamaan yang hangat itu bukan hanya sebuah utopia. Ironisnya, semua itu baru kusadari melalui perantaraan hewan-hewan kecil nan lemah dan tak berdaya ini. Menyadarkanku akan arti sebuah rasa sayang. Membuatku merasa sangat bersyukur bahwa aku memiliki seseorang yang selalu hadir di sampingku untuk disayang dan menyayangiku. Walaupun dia nyinyir dan tak penah bisa menutup mulutnya, akan tetapi dia senantiasa mendukungku dalam keadaan apapun. Oh Tuhan, mengapa aku tidak penah bersyukur akan kehadirannya sebelum ini? Sedemikian bodohnya kah aku, sehingga setelah sedemikian lama baru aku mensyukurinya?

Aku berdiri di teras depan rumahku, memandangi pijar cahaya kunang-kunang yang indah, bagaikan peri bintang yang turun dan bermain kejar-kejaran di bumi ini. Mataku terpaku pada mereka. Tampak indah, seolah menggodaku untuk memperhatikan mereka. Seluruh syaraf otakku terpusat hanya pada kunang-kunang itu, menyentakkanku tentang arti dan indahnya sebuah kebersamaan, sebuah persatuan. Sudah sejak lama sebenarnya aku menyadari bahwa kebersamaan yang hangat itu bukanlah utopia. Dan saat ini, semua itu kembali disegarkan oleh tarian para pijar-pijar malam ini. Menyadarkanku akan arti dari sebuah rasa sayang. Membuatku merasa sangat bersyukur bahwa aku memiliki seseorang yang berada di sampingku untuk disayang dan menyayangiku. Walaupun seringkali dia membuatku diliputi oleh mega kecemasan dan awan kegelisahan, akan tetapi dia senantiasa mendekapku dalam lindungannya. Oh Tuhan, mengapa aku tidak pernah mensyukuri kehadirannya di sisiku sebelum ini? Sedemikian bodohnya kah aku, sehingga butuh waktu yang lama hanya untuk menyadarinya?

Wahai kunang-kunang, sang penjaga malam yang menari-nari di sekeliling rerumputan ini, terbanglah dan sampaikan padanya, bahwa aku menyayanginya. Katakan padanya dengan kelembutan dan kehangatan pijar cahayamu, bahwa aku berterima kasih atas keberadaannya di sisiku. Berikan dia lingkar cahayamu, dan lindungilah dia dalam tidur malam ini. Ucapkan terimakasihku padanya dengan sentuhan ringanmu, dan sampaikan padanya, bahwa aku telah menyadari hangatnya kebersamaan dan sayang, apapun yang terjadi.

Wahai kunang-kunang, sang penjaga malam yang menari-nari di hamparan bunga-bunga di taman gelap gulita ini, terbanglah dan sampaikan padanya, bahwa aku menyayanginya. Katakan padanya dengan kelembutan dan kehangatan pijar cahayamu, bahwa aku berterima kasih atas keberadaannya di sisiku. Berikanlah lingkar cahayamu padanya, dan lindungilah dia dalam tidurnya malam ini. Ucapkan terimakasihku padanya dengan sentuhan ringanmu, dan sampaikan padanya bahwa kebersamaan dan rasa sayang adalah sesuatu yang sangat hangat, apapun yang terjadi.

Sang penari yang berpentas di atas panggung gelap gulita malam, selimutilah wanita itu dengan percik pijar cahayamu nan lembut. Lindungi dia dengan tubuh mungilmu itu. Masuklah ke dalam pikirannya, dan ubahlah mimpinya menjadi menenangkan, dan jauh dari bayang kekerasan yang muncul akibat perbedaan-perbedaan kami berdua. Masuklah lebih dalam ke hatinya, jamahlah dengan kaki-kaki kecilmu itu dan mainkanlah tarian lembutmu di sana.

Sang balerina anggun yang melompat-lompat di atas panggung bertabur sorot rembulan, selimutilah pria itu dengan percik cahayamu nan lembut. Lindungilah dia dengan sosok mungilmu itu. Masuklah ke lapisan terdalam dari imajinasinya, dan hantarkan dia ke dalam ketenangan hati, jauhkan dari bayang kekerasan yang muncul akibat perbedaan-perbedaan dari kami berdua. Menyelamlah lebih dalam ke hatinya, sentuhlah dengan sayap-sayap mungilmu itu dan mainkanlah tarianmu di sana.

Kunang-kunang itu tetap beterbangan di sekitar teras rumah dan padang rumput itu. Mereka memainkan tariannya dan memberikan pijar penghangat bagi siapa pun yang membutuhkan. Kata mereka, “Selamat tidur!”
Tulisan ini terinspirasi dari War of the World yang sering terjadi di rumahku.. Dan, begitu aku jadiin bentuk prosa gini, ternyata banyak yang seneng. Jadi, aku post di sini dan didedikasikan buat Arie yang suka banget ama tulisan ini. Baek2 di Undip ya!!!

No comments: