Thursday, December 21, 2006

Missing

The worst way to miss someone

is to be sitting right beside them

knowing you can't have them.....

hope you would understand...



Find time to realize

that there is one person

who means so much to you,

for you might wake up one morning

losing that person

whom you thought meant nothing to you...

Ini postingan dari blognya Vina.. And I really experience this one.. Reminds me of time when I realized my feeling just one day before that girl flew to Palembang..... And it keeps repeating!!!

Sunday, December 10, 2006

Tenang buanget........

Well, it happened just 3 days ago, when I finished doing my ESP group work. When I stepped out from the class, somebody called. And, i was so shocked, for it was the one who promised not to speak to me again.
The conversation started, and I loved to see his face when he pause for a while, and said, "It's been a while......" Wuakakakakakakakakaka!!!! So dramatic. Deep inside me, I was so relieved to see him like that.
He asked, "Do you know that it has cost me pain all this time?" I nodded. The truth is, I know it, and I was so relieved (again) to hear his confession.
For the whole conversation, I played ice statue (or, that's actually the way I am....), and keep calm. Surprisingly, he shocked to see me like that, and started to accuse me, "Stop playing mentaly superior!!!" Hey, hey, I'm not playing mentally superior. That's just the way I am!!!!!
When he asked me, "Did you know that I was so angry with you? When I see you, I want to punch you! When I see you laugh, I want to choke you to death!"
I nodded again. No expression.
"What do you feel? Don;t you want to do anything?" he asked.
"No, I don't care with your being angry. It's your bussiness. You have your own business, I have my own business!"
and the conversation went on (that's another story...)

The reason why I post this is that I found that my calmness can also be annoying for those speaking emotional to me. Calmness is surely to beat emotion.....

Friday, November 24, 2006

On Lysistrata

Hmm, akhirnya selesai juga seh play. Lysistrata!!!! !Setelah berjuang selama berbulan-bulan, semuanya terbayar dengan standing applause yang super meriah dari penonton... Rasanya memang plong banget seh!!! Lagian, pas adegan tarian, nyek-nyekan yang disambut dengan teriakan we want more, we want more!!!!
Cuma, ada sebuah rasa yang masih mengganjal.. Ndak tau kenapa, rasanya masih ndak puas banget seh.......... Ndak tau napa!!!

Thursday, November 09, 2006

Paradoks

Baru-baru ini aku dapet kiriman testi dari seorang sahabat lama, sahabat waktu SMP...... Seneng sih, akhirnya bisa ketemu lagi sama temen lama. Cuma, testi dari dia itu kaya’ mengusik pikiranku. Di testi itu, dia bilang kalau aku itu dulu tukang rayu, yang hobinya merayu cewek-cewek di jalan. Waktu pertama kali baca itu, aku langsung kebayang jaman-jaman SMP, waktu aku sama dia jalan bareng ke Gramedia (yang notabene deket dengan sekolahanku waktu itu) n ngelewatin Stece. Nah, di jalan itu kami selalu mbajul cewek-cewek stece. Hehehe, aneh kan? Anak SMP mbajul anak SMA..... Tapi, di situ asyiknya anak stece, karena mereka selalu membalas kami.... Bayangan kedua yang muncul adalah ramalan temen-temen SMP waktu itu tentang aku. Mereka waktu itu meramal kalau pas reuni yang akan datang (dimana kami semua sudah bekerja), aku bakal dateng ke reuni dengan istri dan 13 anak, saking hobinya ngerayu cewek.... Hwahahahahahaha!!! Jadi ngakak! Dari kedua memori itu, mau nggak mau aku jadi berpikir, membandingkan waktu itu dengan waktu ini. Dan apa yang terjadi?? Jauh dari waktu itu kan.. Aku malah berubah drastis jadi orang yang sangat tertutup, dan bahkan takut untuk menjalin sebuah hubungan. Gimana mau punya anak 13, wong malah punya pikiran kalau bakal jadi perjaka seumur hidup kok..... Alias ora payu! Kadang, hidup kita itu memang merupakan sebuah paradoks yang luar biasa besar yah!!!!

The porcupine syndrome

The porcupine syndrome, istilah yang aku dapat dari Shin Seiki Evangelion. Keadaan yang dialami oleh sang tokoh utama, Shinji Ikari. Dalam cerita itu, ia senantiasa menutup dirinya, dan oleh pembimbingnya, Misato, hal itu diidentikkan dengan seekor landak yang kesepian. Si landak itu menutup hatinya sendiri, menyendiri dan tidak ingin mendekati siapapun, karena ia takut akan duri di tubuhnya. Landak itu takut untuk berteman, karena ia menyadari bahwa duri di tubuhnya itu akan melukai semua yang datang mendekat kepadanya. Apabila ia nanti melukai makhluk tersebut, yang terluka itu akan menjauhinya, dan itu akan membuatnya merasa sangat terasing.

Jadi? Jadi, di dalam perumpamaan ini, si landak sebenarnya berpikir jauh di dalam hatinya, bahwa apabila ia mendekati orang lain, ia akan menyakitinya, dan dengan demikian ia akan tersakiti sendiri.

Kenapa tiba-tiba aku tertarik untuk membicarakan masalah ini? Karena aku sebenarnya merasakan hal yang sama. Ada ketakutan jauh di dalam lubuk hatiku untuk menjalin sebuah hubungan, entah itu pertemanan atau hubungan yang lebih. Aku takut untuk merasa terlalu dekat dengan mereka, dan perpisahan, entah karena sebab apapun, akan menorehkan parut di dalam hatiku.

Aku sudah kehilangan banyak, jauh di masa laluku. Aku tidak ingin kehilangan apapun lagi (and recently, I lost one of my best friend.........). Mungkin, hal dan pikiran seperti itulah yang membentuk diriku menjadi seorang yang tertutup seperti sekarang ini.

Aku sudah capek kehilangan, dan mungkin cara untuk tidak pernah kehilangan lagi adalah untuk tidak pernah memiliki. Mungkin...................

Thursday, November 02, 2006

Identity Crisis: Decimation

Identity Crisis : Decimation

Fanboys, feel familiar with the title? Yup, it’s the amalgamic version of two crossovers from DC Comics and Marvel, Identity Crisis and Decimation. Two great crossovers which changed the DC Universe and Marvel Universe forever. The first one trigger the Infinite Crisis, and the other one eliminate 98% mutant population in 616 universe. But we won’t talk about the plot and story of those mega-events........

Now, let’s move to the main point of this post. It happened some times ago, when my mum asked me to buy lunch for the whole family. We got no food, and since I was the one able to manage the money effectively ( meaning, I am able to get sufficient delicious food with only certain amount of money! ^_^ ). It was fasting month, and thus I wasn’t able to go to mbak Yayuk (our favourite food seller, quite cheap!). I went to Lezat (cheap chinese food restaurant near my grandparents’ house) instead.
It was no secret that my late grandfather had a crush with one of the owner of that restaurant. She was quite pretty, bachelorette (unfortunately, quite old.... Hehehehe!), and charming. It was the reason why I used to accompany my granddad eating there, so that he could stare at that woman. It was interesting memory anyway, now that he has passed away.

As the cino totok, they speak chinese most of the time with relatives, or with chinese customer. I remember that they also spoke chinese to my granddad (wonder how they know that my granddad was chinese, because he was similar to me, black, curly hair, big, and looked like an Ambonese instead).
At that time, I suddenly realized that I was out of their group, for I was unable to comprehend what they said, share no resemblance physically...... And I really feel that I lost half of my identity. Lost it for quite times......

As the mixbreed, I used to proud with both my Javanese and Chinese identity. Whenever I go to my Javanese family, they regarded me as Javanese, and vice versa. I took mandarin course when I was three-year old, spoke fluetly, even more fluent that those pure breeds, made those pure breeds and even my lao tse astonished. My grandparents often brought me to the meeting of their friends, introduced me proudly to their relatives and companies. I spoke mandarin with some of my friends, sing mandarin song proudly in any occassion (Cing-cing, remember when we sang Ai Pia Cia E Ya in my aunt’s wedding??? Or Yue Liang Tai Piao Wo Te Sin???)

But as a child, I did have the laziness trait, which led me to the decision of quiting the course. And since that, I got so little exposure to the kuo ie. So little that I started to forget it all (except for some words.....), from active speaker to passive listeners, and started to knw nothin’.

Still, after that knowledge gone, I still have my last chain, my last connection to that group, my late granddad. He still brought me everywhere, asked me to accompany him to every occassion. And when he died, it seems that my last chain has been broken, thus I got no more connection. What else? I don’t share the physical attribute, I don’t speak mandarin again, I got no mediator.. Completely broken. What I have left is only my name, and the kanji of my own name.......

So, this is the identity crisis. I feel like decimated from my chinese identity, losing half of my identity, made me able to share the same feeling with the mutants losing their ability in the House of M....
But hey, it’s no big deal! As long as I live..........

Friday, October 27, 2006

Naluri Lelaki?????? F**k with it!!

Aku adalah lelaki
Yang tak pernah lelah
Mencari wanita
Aku adalah lelaki
Yang selalu gundah
Menunggu wanitaku

Oh aku adalah lelaki
Yang pantang menyerah
Memikat wanita
Aku adalah lelaki
Yang selalu ingin
Dibuai wanitaku

Tolong dekati aku
Tolong hampiri aku
Tolong jamahi aku
Agar aku bijaksana
Agar aku bahagia
Agar aku merasakan cinta

Naluriku sebagai lelaki
Membuatku menginginkan
Berjuta wanita di sisiku
Naluriku sebagai lelaki
Membuatku merindukan
Pujaan dari wanita

(Samson, Naluri Lelaki)


Well, tadi malem aku tidur diiringi lagu ini dari tv. Eh, bukannya jadi lagu nina bobo, malah aku jadi mikirin lagu ini. Sebegitu rendahnyakah seorang lelaki, sehingga dia sangat merindukan sejuta wanita? Sebegitu pentingkah menjalin hubungan? Bukankah sebenarnya masih banyak yang bisa dilakukan, daripada cuma gundah menunggu wanita...... Nggak guna banget!!!
Kenapa harus merindukan pujaan dari wanita?? Lagu ini semakin menajamkan stigma yang ada di masyarakat tentang pentingnya pacaran, dan orang yang nggak pacaran itu aneh banget! See??

Tolong dekati aku
Tolong hampiri aku
Tolong jamahi aku
Agar aku bijaksana
Agar aku bahagia
Agar aku merasakan cinta
--> apakah dengan jamahan wanita, seorang lelaki serta merta bijaksana??? Hanya dari itukah kebahagiaan berasal?? HELL, FUCK!!! Pardigma masyarakat saat ini memang benar-benar aneh! Masih banyak yang bisa dilakukan dalam hidup ini selain hanya mencari wanita, mencari jamahan dan belaian wanita. Hell with jablay!!

Thursday, October 19, 2006

Freak Out neh........

Baca judul di atas pasti semua pada kaget. Tapi memang begitulah kenyataannya... This man without fear (er, kecuali gelap... hihihihihi) bisa freak out juga. Dan kali ini freak out gara-gara cewek.. WTF!!!!

Nah, kejadiannya tuh kemaren Sabtu, waktu English Mass. Kan kita makan tumpeng nasi kuning, tanda ulang tahun English Mass. Waktu itu ada cewek (adek kelas....) yang ada di sebelahku. Aku nanya, "Kamu nggak makan?"
- "Er, aku masih kenyang. Gimana kalau aku paroan aja ama kamu?"
* "Ya, boleh!"

Nah, aku terus ambil nasi kuning itu, sepiring, tapi sendoknya dua.. Gak ada bayangan apa-apa seh (sehubungan dengan komitmen untuk ga pacaran n nyari pacar selama setahun ini.. Bukan apa-apa seh, cuma jadwal bener-bener padat. N aku menikmatinya.....). Rasa GR pun gak keluar.

Nah, di nasi kuning itu kan ada ayam. Dikit seh, ga semua kebagian. Untungnya aku termasuk yang kebagian. Ternyata, si cewek ini (inisial P!) ngambilin ayamku. Dia nyuwirin aku dan ndulang aku pake ayamnya. Aku agak kaget juga seh... Dia malah nggak makan. Habis itu, ketika aku mau nyuwir ayam sendiri, dia bilang, "Eh, aku aja yang nyuwirin. Nanti tanganmu kotor!" Pas aku nanya, kenapa dia gak makan, dia jawab, "Aku cuma mau nyuwirin kamu aja kok!"

Nah, berhubung aku makannya agak liar, abonnya jatuh ke badanku. Dari dada ampe paha. Eh, dia langsung ambil tissue n mbersihin semuanya.

OKE, mungkin kalian semua mikir kalo dia naksir aku, dan aku bingung. NOPE! Masalahnya bukan itu, tapi si cewek itu agak aneh, dan aku memang dulu sempet naksir. Tapi setelah tau naturenya, aku ilfill. Nah, kemaren itu... SUMPAH, GUA BENER-BENER FREAK OUT...............

Aku Menyayangimu

“Kalian pacaran ya?” tanya teman terdekatku.
Aku menggelengkan kepalaku perlahan. Pertanyaan yang sangat lugas dan terlalu sering kudengar. Hanya karena kami terlalu sering bersama-sama, dan tiba-tiba saja semua orang berpikir bahwa kami adalah sepasang kekasih. Begitu naif dan sederhana pikiran mereka itu, seolah tidak menyadari bahwa ada makna yang lebih besar dari semua itu, bagaikan sebuah danau yang tidak terselami. Apakah sedemikian dangkal pengertian orang-orang itu akan arti dan makna dari sebuah kasih?
“Aku hanya menyayanginya!”
“Tapi, kalian selalu bersama, tidak pernah kehilangan kontak barang sedetiku pun. Kalian selalu terlihat mesra dan sudah tidak terpisahkan, bagaikan perangko dan amplop! Kenapa kalian menyangkal hubungan ini? Toh, tidak ada orang yang keberatan dengan hubungan kalian ini!”
Aku membisu dan menatap temanku itu dengan pandangan penuh arti. Akan tetapi ia tidak akan pernah mengerti arti sebenarnya dari hubungan kami ini. Baginya dan kebanyakan orang, ketika dua orang berlainan jenis berhubungan terlalu dekat, itu adalah pacaran, cinta, dan kasih. Pelabelan yang terlalu luas untuk itu. Jawabanku hanyalah seutas senyum simpul di bibirku yang kuberikan sembari berlalu.

Waktu terus berlalu, dan orang-orang masih terus mempertanyakan hubunganku dengan Beth. Kami masih saja terlihat sangat dekat dan intim, walaupun sebenarnya masing-masing dari kami memiliki ketertarikan kepada orang lain. Aku menaruh pandang pada teman sekampusku yang baru, sedangkan Beth sudah mulai mendekati salah satu teman lamanya.
“Jadi, kalian akhirnya pacaran?” tanya Ronald, salah satu sahabatku semenjak SMA.
Aku menggelengkan kepalaku untuk kesekian kalinya. Selalu saja pertanyaan yang sama, dangkal dan sempit. Tidakkah sedikitpun mereka mau mengintip masuk ke dalam hubungan kami yang sebenarnya? Selalu saja pelabelan pacaran dan tidak pacaran. Apakah hanya kata pacaran saja yang ada di benak semua orang? Sepenting itukah sebuah pacar?
Aku menjawab dengan tenang, sama seperti semua pertanyaan terdahulu, “Aku hanya menyayanginya!”
Ronald terlihat sangat bingung. Ia terlihat tidak memahami sebuah hubungan di luar pacaran. Sama seperti semua orang lain, sebuah hubungan intim dan dekat antara seorang lelaki dan perempuan adalah pacaran.
“Jadi, kalian itu sebenarnya tidak pacaran, atau hanya belum mau mengaku saja?” tanyanya lagi.
Ia tidak mau memahaminya. Susah bagi temanku ini, dan mungkin juga kebanyakan orang, untuk masuk ke kedalaman dari kata kasih dan sayang. Semua terlalu dikaitkan dengan cinta dan pacaran, yang sesungguhnya dipahami terlalu dangkal dan kehilangan arti dan makna yang sesungguhnya.
Aku kembali tersenyum simpul, tetapi mulutku tetap bungkam. Percuma bagiku untuk menerangkan semuanya. Tubuh dan pikiranku sudah lelah dan bosan untuk menjelaskannya kepada orang yang sama sekali tidak mau mengerti.
Jauh di dalam ingatanku, berkelebat kenangan pada masa SMA ketika aku dihajar oleh seorang cowok dari kelas sebelah. Tanpa ba bi bu, ia menghampiriku yang sedang belajar di kelas sewaktu istirahat. Aku tidak melawan (mungkin memang itu kesalahanku, terlalu pasif....). Sewaktu seorang guru yang kebetulan lewat di depan kelasku mencoba untuk melerai kami dan menjelaskan pokok permasalahannya, baru aku tahu motif orang itu. Ia merasa cemburu pada kedekatanku dengan Beth.
Tidakkah ia mau mengerti akan adanya kedekatan lainnya? Kenapa mereka semua selalu curiga dengan persahabatan? Tidak bisakah kami hanya bersahabat tanpa adanya dugaan dan tuduhan pacaran?

“Li, kamu gila yah? Mau merebut pacar orang? Kamu kan tahu kalau Beth itu sudah punya pacar, masih saja didekati! Apa kamu ingin membuatnya mendua?” tanya seorang teman Beth. Ia menatapku marah, seolah tidak rela aku mengusik kebahagiaan temanku itu.
Seharusnya aku bisa marah menghadapi tuduhan tidak berdasar seperti itu, tapi entah mengapa bibirku bergerak secara otomatis membentuk senyum simpul sembari menggelengkan kepala. “Aku hanya menyayanginya!”
Sejak pertama, aku telah tahu bahwa resiko dan tuduhan seperti ini akan menimpaku. Inilah akibat yang mungkin akan kuterima ketika Beth mulai menjadikan aku keranjang sampahnya, seorang pendengar yang baik atas semua masalahnya. Ia masih menganggap persahabatan kami, dan tidak segan untuk mengungkapkan masalah yang tidak bisa ia ungkapkan kepada pacarnya itu.
Hampir setiap minggu, pasti ada saja yang ingin dibicarakan Beth denganku, segala masalahnya. Kami memang hanya berdua, tapi kami berdua menyadari peran dan kedudukan masing-masing, tidak pernah berusaha untuk melewati garis batas yang ada. Kenapa? Karena memang apa yang terjadi di antara kami hanyalah sebuah persahabatan murni.
Tidak! Aku tidak takut akan apa yang mungkin akan terjadi, karena memang aku tidak pernah bermaksud lain. Semua ini murni kulakukan demi persahabatan, bukan demi nafsu menjadikan ia pacarku.
“Sadar dong! Beth sudah punya pacar! Dunia tidak cuma selebar daun talas. Masih banyak perempuan lain, dan kenapa kamu harus mengganggu orang yang sudah dalam masa pacaran? Kamu mau dia menderita karena kamu dan segala ketidak jelasanmu itu?” bentaknya.
Jauh dalam hatiku, perasaan geli yang senantiasa muncul pada saat-saat seperti ini kembali melayang naik ke permukaan. Tuduhan tidak berdasar, kemarahan tanpa bukti, seolah aku memang sudah ditakdirkan untuk menjalani semua ini ketika mulai menjalin persahabatan dengan Beth.
Haruskah selalu persahabatan dan cinta disalahartikan? Haruskah sebuah cinta diagungkan diatas segalanya, di atas persahabatan dan persaudaraan? Kenapa pula dengan paradigma masyarakat kita ini, yang mengagungkan dan meninggikan konsep berpacaran? Seakan sudah tidak ada tempat lagi bagi hubungan lain yang lebih murni dan mendasar!
Aku tidak membuka mulutku, hanya mengangkat kakiku dan melenggang pergi dari tempat itu. Masih diam, tidak ingin menanggapi dan memperpanjang masalah ini, aku tersenyum simpul pada orang itu.

“Ali! Ada berita baru! Si Beth sudah tidak perawan lagi. Beritanya sampai masuk koran tadi pagi! Dia.....dia.....” ucap Ronald terengah-engah. Dia berlari mengejarku yang hanya menoleh ke arahnya penuh keheranan. “Pacarnya memperkosanya!”
Saat itu juga, hatiku bagaikan tersambar petir di tengah siang bolong. Seorang teman dekatku..... Seorang sahabat dan saudaraku, mengalami hal seperti itu. Badanku seolah-olah kaku dan otakku mulai membeku. Tidak bisa memberikan reaksi yang tepat. Secara refleks, kepalaku bergerak sendiri, menggeleng dan bibirku tertarik ke kiri dan kanan, tersenyum. “Aku tetap menyayanginya!”
“Tapi, tidakkah kau akan kecewa padanya? Kehilangan keperawanannya pada orang lain? Masihkah kau menginginkannya menjadi pacarmu?”
Perasaanku bercampur aduk pada saat itu. Di satu sisi, aku masih mencoba mengatasi keterkejutanku atas berita itu. Akan tetapi, di sisi lain, perasaan geli mulai muncul karena pertanyaan dari Ronald mengenai ketertarikanku pada Beth. Masih saja di saat seperti ini asumsi itu muncul! Di waktu dan saat seperti ini? Selalu saja asumsi yang diperoleh dari paradigma masyarakat mengenai konsep keagungan pacaran!!
Aku tidak menjawab. Mulutku tidak mampu berkata-kata. Yang bisa kuberikan hanyalah seutas senyum kecut di bibir sembari melangkah pergi dengan kepala tegak.

“Li, aku sudah tidak perawan lagi!” isak Beth di depanku. Wajahnya basah, penuh dengan bekas air mata. Ekspresi yang ada di wajahnya sudah sangat kacau, dipenuhi depresi, kesedihan, penyesalan, dan kemuakan atas dirinya sendiri. Matanya memandang ke bawah, seolah tidak berani untuk menatapku, malu akan keadaan dirinya sendiri.
Kepalaku menggeleng perlahan. Hatiku seolah melayang naik turun ketika melihat seorang wanita yang kusayangi hancur berantakan di hadapanku. Wanita, saudara, dan sahabatku, dipenuhi dengan kesedihan dan hati berkeping-keping. Tanpa terasa, air mataku menetes bersamaan dengan air matanya.
Secara refleks, aku tersenyum dan membuka mulut. “Aku tetap menyayangimu!”
“Tapi, dengan keadaan seperti ini? Dengan aib yang tercoreng di mukaku! Dengan semua penghinaan ini? Masihkah kau rela menganggapku sebagai seorang sahabat dan saudara?”
Aku mengangguk. “Seorang sahabat selalu ada ketika kau butuhkan. Apapun adanya kamu, aku akan selalu menjadi sahabat dan saudaramu. Hinakah aku untuk meninggalkan persahabatan kita selama ini? Aku sudah menjalani banyak tuduhan palsu dan kemarahan, karena kecurigaan mereka atas hubungan kita. Dan haruskah itu semua pergi dengan sia-sia ketika aku memutuskan untuk meninggalkanmu juga di saat seperti ini? Itu semua bukanlah sesuatu yang dsia-sia!”
Ia menengadah, mencoba menatap mataku. Sebuah senyum kecil tersungging di kedua bibir kami. Ia meraih dan memelukku sembari terisak. “Terima kasih!”
Aku rasakan hangat tubuhnya. Kehangatan lembut dari pelukan seorang saudara..........


Yogya, 1 Agustus 2005

Wednesday, October 18, 2006

Luka Buana

Kota ini dipenuhi dengan bintang-bintangnya sendiri, yang justru bercahaya lebih terang daripada permata-permata yang bertaburan di hamparan langit hitam kelam di malam ini. Bahkan sang candra yang menampakkan seluruh wajah dan mukanya tanpa malu-malu pun seolah telah tertutup oleh kabut yang membuatnya tidak seceria abad-abad yang lalu.
Tidak jauh dari situ, persisnya di hamparan bumi, orang-orang mulai bergerak untuk kembali masuk ke dalam peraduan mereka yang nyaman dan hangat, tinggalkan udara dingin yang membelai sumsum mereka dengan sangat keras. Suara-suara mulai berkurang, tinggalkan semua sudut kota di dalam kesunyian yang terbalut oleh kilauan lampu-lampu kota.
Sunyi, hanya sesekali terdengar suara mesin kendaraan yang lewat di jalan besar itu. Yang ada hanyalah suara perlahan desingan nyala lampu yang senantiasa terlupakan dan tidak pernah terperhatikan. Sosok-sosok gelap mulai mengambil alih kota itu, menguasainya di dalam kerajaan malam yang hening dan meditatif.
Dari tengah pelukan malam itu, terdengar sebuah langkah kecil dari seorang wanita muda yang memeluk dirinya sendiri. Sepanjang jalannya, yang ada hanyalah sosok-sosok tubuh orang yang tidur di emperan toko, mencoba mencari sepercik kehangatan di balik penutup tubuh mereka yang seadanya. Sesekali terdorong oleh rasa penasaran akan suara gema langkah kakinya sendiri, ia menoleh untuk melihat siapakah yang berjalan di belakangnya. Dan yang didapatinya hanyalah sepi yang meraja.
Ia menghela nafasnya lega dan berbisik dengan suara lirih, “Wajah kotaku di malam hari..... Beda.....”
Sesosok asap tipis yang mengepul dari ujung jalan itu menarik perhatiannya. Dengan tangan mengencangkan jaket yang dipakainya, ia segera menuju ke arah itu, berharap menemukan teman untuk malam ini.
Benar, di sana ia menemukan seorang lelaki yang sedang menikmati rokoknya. Terjaga dan sadar di tengah gelapnya malam, yang berada di antara tubuh manusia yang tertidur di sekitarnya.
“Malam, mas!” sapa wanita itu memberanikan diri.
Ia menoleh ke arah wanita itu, meneliti dan mengamati keseluruhan sosok itu, kemudian membuang pandangannya, meneruskan rokok yang sedang dihisapnya.
“Boleh saya duduk di sini?”
Ia kembali mengacuhkannya.
Wanita itu membungkukkan badannya dan mengambil tempat di samping si lelaki.
Lelaki itu tidak menoleh ke arahnya, malah semakin asyik memainkan asap rokoknya dengan pandangan menerawang ke arah langit.
“Mas anak kos?”
Diam, berpadu dengan kesunyian sang penguasa gulita.
“Sudah lama nongkrong di tempat ini?”
Asap tipis itu tetap bergulung di udara, membentuk gambaran-gambaran luwes yang indah, bagaikan patung-patung yang dipahat dari kaca buram, dengan segala lekukannya yang mempesona. Ia bergerak bagaikan seekor ular lincah yang meliuk-liuk, mencoba untuk membuat sebuah seni temporer yang sangat indah.
Wanita itu menoleh dan tidak melepaskan pandangan darinya. Sementara, si lelaki tetap berada di dalam dunianya sendiri.
“Saya Ila,” ucap wanita itu.
Ia tidak mendengarkan.
“Mas siapa?”
“Pulanglah!” bentak si lelaki. Matanya tetap terfokus pada gelapnya malam yang diiringi suara lembut sang bulan yang menari di balik kelambu tebal dan deik lampu jalanan.
Wanita itu tidak beranjak. Ia menggeleng dengan lembut. “Saya tidak bisa tidur. Toh, rumah saya hanya di gang sebelah.”
“Tidak baik seorang gadis keluar di tengah malam seperti ini,” suaranya dingin, tanpa emosi. Matanya tetap menerawang ke depan, sama sekali tidak menatap lawan bicaranya.
“Saya hanya ingin menghabiskan malam ini, masuk dalam kesunyiannya,” jawab Ila.
“Kesunyian? Huh!” ujarnya. “Kau mau masuk ke dalam kesunyian malam? Pulanglah! Kau tidak tahu apapun tentangnya!”
“Mas siapa?”
Ia menghembuskan nafas rokok itu lagi ke udara, sekali lagi mengeluarkan ular asap itu, yang membumbung naik dengan menggeliat meliuk.
“Aku bukan siapa-siapa.....”
“Maksudku, nama mas? Itu kalau mas tidak keberatan.....”
Ia menoleh. “Apalah artinya namaku? Aku tidak pernah ada, dan hanya hadir untuk dilupakan....”
Ila menghembuskan nafasnya perlahan, seolah-olah berharap dapat juga mengeluarkan liukan sang naga dari mulutnya untuk kemudian menari di langit malam itu, sembari menari melenggak-lenggok membentuk sebuah karya seni.
“Pulanglah. Kau gadis baik-baik, dari keluarga baik-baik. Jangan di sini. Ini bukanlah tempatmu!” ujarnya.
Ila menggeleng. “Apa yang salah dengan keberadaanku di sini? Aku punya hak untuk ini!”
“Apa yang salah?” tanya si lelaki ketus. “Semuanya salah. Kau tidak seharusnya memasuki tempat ini!”
Diam sejenak, seakan sang penguasa malam beranjak bangkit dari singgasananya dan mengucapkan sebuah sabda kesunyian yang memenuhi seluruh balairung istananya. Hanya desiran angin dingin dan getaran lembut lampu jalan yang menyala memasuki dan menari di telinga kedua orang tersebut.
Telapak tangannya bergerak perlahan, menyapu pipi Ila. Ia mendesah pelan, sebelum akhirnya melepaskan tangan itu.
“Kau cantik, gadis murni tak bernoda.....”
“Apa maksudmu?” tanya Ila ketakutan.
“Dan sekarang kau takut!” sahutnya. “Bagus! Takutlah, dan segera pergi dari sini! Ini bukan duniamu!”
“Kau.....”
“Masa depanmu terbentang luas nan jauh di depan. Tinggalkan kesunyian ini, dan kembalilah ke duniamu. Kau tidak akan mendapatkan apapun dari sini!” kata si lelaki, berusaha menyingkirkan Ila dari tengah kenyataan dingin malam.
Ila tergagap. Nafasnya memburu. Ketakutan. Penasaran. “Sebenarnya, apa yang kau mau dariku?”
“Jangan masuki kesunyian ini. Tempat ini adalah hutan belantara pengasingan bagi orang-orang yang tidak diterima oleh masyarakat. Manusia-manusia yang dianggap sampah oleh sekitarnya!” ucapnya tegas.
Wanita itu menggeleng. “Aku.....aku tidak tahu maksud semua perkataanmu itu!”
“Lihatlah sekitarmu! Kau tidak akan menemukan sepercik pun cahaya dari dunia siang. Lihatlah sekelilingmu, yang ada hanyalah orang-orang terlupakan, yang telah lama disingkirkan dari siang,” jawabnya. “Dengar, kau tidak pantas untuk ini. Dirimu bukan dan tidak akan pernah menjadi bagian dari kami! Ketenaran dan perhatian akan dan telah menjadi bagian integral di dalam hidupmu!”
Asap kembali menghembus dari mulutnya. Nyala bara di ujung rokok itu menjelma menjadi sebuah bintang yang turun dari langit. Bintang berwarna jingga kemerahan yang panas. Bersinar dan berkilat di tengah gempuran sinar lampu jalan yang berdengung lirih.
Lelaki itu diam, tapi matanya nanar menatap Ila. Seribu hantu dan bayangan masa lalu seolah berkelebatan di depannya. Ada luka menganga dan koreng bernanah yang tersirat dalam tatapan itu, siap mengucurkan darah yang membanjir. Penderitaan dalam menahan sungai darah itu berkilat sekilas bagaikan bintang jatuh, dan kembali menutup dalam pandangan kosong.
“Duniamu tidak jauh berbeda dari dunia siang. Kau bukanlah seseorang yang berbeda dari mereka semua! Pergi dan jangan menyiksa siapapun. Tidak dirimu, bukan diriku, dan jangan pula kami!!”
Ila menahan nafasnya, mencoba mendengarkan suara dirinya sendiri. Tiba-tiba terdengarlah sebuah suara gaduh di belakangnya. Glodak glodak!!! Seekor kucing liar baru saja lewat dan menyenggol sebuah tong sampah. Beberapa orang yang tengah tidur di jalanan itu terbangun sejenak, mencoba mencari sumber suara itu. Mereka tersenyum melihatnya dan kucing itu, kemudian kembali tidur.
“Kau..... Aku sama sekali tidak mengerti semua ini!”
Si lelaki mengangguk perlahan sembari menghisap rokoknya kembali. “Tentu saja! Jelas tersirat di dalam wajahmu – dan juga semua wajah siang yang lain –ini semua adalah sesuatu yang asing! Kalian tidak pernah mengerti, dan tidak akan pernah sampai kapan pun juga!” Terhenti sejenak. Kepalanya menunduk. “Karena kalian tidak pernah mencoba mengerti.....,” sambungnya lirih.
“Mengerti?”
“Ya! Kalian selalu menyingkirkan semua yang tidak bersinar dengan listrik. Kalian memuja cahaya artifisial itu, mencoba untuk menggantikan sang surya tua dengannya. Sementara semua pemuja bintang, bulan, dan matahari diperlakukan bagaikan paria. Lupa sudah bahwa semua itu adalah awal dan dasar dari semua cahaya!”
Breeem!! Sebuah mobil dengan plat luar kota itu melintas persis di depan lelaki itu dan Ila. Lampunya seolah memecah kegelapan malam, mencoba untuk menjadi sang candra yang turun ke dunia.
“Dan lihatlah kini! Tidak ada lagi pesona malam penuh bintang. Terganti oleh malam benderang, meski dengan sudut-sudut gelap tak terjamah sinar palsu itu, yang dihuni oleh para pemuja cahaya angkasa. Masyarakat paria yang terlupakan. Makhluk buangan yang memilih kesunyian sebagai pengasingan mereka, sebagai tempat dimana mereka tetap dapat menjadi diri mereka sebagaimana diciptakan oleh alam.....”
Ila mengulurkan tangannya, menjamah dan meraba wajah si lelaki. Ia tidak bergerak. Tangan kecil itu menyentuh kumis dan jambangnya yang tidak rapi. Wajah itu tidak rapi, seolah telah dibakar dengan sebuah sentuhan panas membara dari derita. “Jadi, malam adalah tempat pelarian orang-orang terluka sepertimu?”
“Sudah kubilang, kau tidak akan pernah mengerti!”
“Apa aku salah?” jawab Ila tersentak.
“Malam bukan tempat pelarian paria, melainkan tempat pengasingan paria! Tempat para pemuja bulan dan cahaya lazuardi lainnya terusir karena cahaya daratan!” ujar lelaki itu ketus, sembari menarikan kembali sang naga asap untuk kesekian kalinya.
Ila terdiam. Di atas cakrawala, sang candra bulat sempurna menari di atas hamparan beludru hitam, mencoba menorehkan sentuhannya yang paling lembut di atas keheningan.
“Kami tidak berarti, orang-orang yang terlupakan. Dilupakan oleh dunia, hanya karena kami tidak sama dengan mereka. Konsekuensi dari pilihan kami untuk menjadi berbeda, di tengah masyarakat yang menginginkan keseragaman.
“Tapi kau....... Kau lain dari kami. Kembalilah ke habitatmu, wahai wanita! Kau seorang mapan dengan kemampuan untuk beradaptasi dengan baik pada seluruh dunia ini!”
“Kau terluka!” sahut Ila pelan.
“Luka? Apa yang kau tahu tentang luka? Malam adalah tempat perlindungan orang yang terluka, yang menyembunyikan goresan dan parut-marut kami!”
Ludah Ila tercekat sebelum membuka mulutnya. “Kau ditinggalkan dan dicampakkan. Siapa dia?”
Lelaki itu menoleh, menghela nafas, melanjutkan isapan rokoknya sebelum akhirnya menjawab dengan suara bergetar, “Namanya Damai. Wanita itu mencampakkanku karena malu akan aku. Malu akan segala perbedaan yang ada di dalamku. Damaiku tersayang, yang mencampakkanku karena tekanan dunia padanya.....” Ia terdiam dan menundukkan kepalanya.
Tangan Ila maju dan membelai rambutnya, yang dalam sekejap ditepisnya. “Tahu apa kau tentang luka? Tahu apa kau tentang malam? Tahu apa kau tentang beda? Tahu apa kau tentang Damai?” sergahnya cepat. Suaranya masih bergetar, dipenuhi dengan emosi.
“Aku memang tidak tahu apapun tentangnya? Tapi, tidakkah aku boleh mengetahuinya?”
“Pergilah! Pergi dari hidupku, dan lupakan aku. Kami hanyalah orang-orang terbuang, manusia tak terjamah, penderita kusta di zaman modern, makhluk terlupakan. Kau terlalu tinggi bagi kami, terlalu menyilaukan bagi mata malam kami,” ujarnya. “Pergilah!” sahutnya setengah tercekat.
Ila bangkit berdiri perlahan dan mengancingkan erat jaketnya dengan tangannya. Matanya tidak bisa lepas dari lelaki itu. Baru saja mulutnya membuka, lelaki itu sudah mengangkat tangannya.
“Ssst, diam! Jangan berkata apapun. Biarkan aku tenggelam di tengah lautan tanpa suara ini!”
Wanita itu berbalik. “Setidaknya, sebelum aku pergi, katakan saja siapa namamu!”
Ia tidak menjawab. Ila berjalan semakin menjauh, sebelum akhirnya terdengar sebuah suara kecil bagai bisikan, “Aku Buana, yang terlupakan!”
Ila membalikkan badannya, hendak berterimakasih. Akan tetapi, yang didapatinya hanyalah kebulan asap rokok yang tipis dan indah membumbung tinggi ke angkasa. Selebihnya, semua sunyi.

Monday, October 16, 2006

Friends..............

Just a little thought as I look back on my past.......

You were my friends, a close friend
And I would gladly help you, under any circumstances
And I would gladly be your friend.....

We share many moments,
from different point of views.
We share many times,
arguing and agreeing each other.

The memory is not blur yet,
how I defended you in front of people (though you may not know it)
how I lent you the copy of my work,
so that you might edit and submit it as your own report....
how I promoted and brought you to the world you enjoy that much.....
how we used to talk about weird stuffs we can't share to anyone else (cause they don't know)
how you gave me advice to face the world with maturity, as I was younger then.....
how I used to remind you of time management
ring you when you forget everything.......

And on the other side, the other memory is not faded yet
memory of your mocking me,
memory of humiliation in front of the public
memory of the clash, involving bigger institution
memory of the one that started it all, the simple misunderstanding
memory of bearing the mockery you didn't realize giving me,
memory of bearing the loneliness in capital city, without you realized it

We both are hard and stuborn,
controlled by our egos,
both you and I.....

But just to let you know,
I'm still considering you as one of my friends....
HELL WITH YOUR FEELING!!!!!
You were and are my friend

Thursday, September 28, 2006

Silent Conversation

SILENT CONVERSATION

I stopped down and started to look around. No one existed there. What I saw was just a perfect darkness imbued with the essence of dark black velvet. Yeah, I said in my mind, here I am in the perfect solitude. Exiling myself from the troublesome life I had. The world which didn’t even appreciate and accept me the way I am. Who am I? Just a commoner with nothing special!

No one wanted to end up here, in this perfect darkness and emptiness, except me. They were all enjoying their stay under the shower of the sunlight. And how stupid they were to never have time to stay silent and exiling themselves.

No trees were growing around me. No singing birds hopped near me. And even there were no color, except for the perfect black. No scare for the silence, and even no loneliness dwelled in my heart.

But then suddenly, that man came. He was wearing his grey coat, made the situation even brighter. Yeah, the darkness was so perfect, that even a grey one could be shining. He came over me, with a strange smile embedded in his lips. His steps were very light, as if he was floating in the air, stepping on the coral of silence.

“Halt, human!” he said in an instance. And in that moment, I felt that the silence is moving.

“Hail, sir!” answered me quickly. At that time, the aura of solitude covered me as if it was a big and thick cloak. The cold breeze of northern gust caressing my outer layer of my body.

“I am Doma. The angel of silence, ruler of this meadow!” He proclaimed himself loudly, so loud that the shadow and the specter around me knelt before him. I, did also kneeling before him, couldn’t even resist his force and authority.

“Stand up, you little human!” He commanded me with his powerful voice. “Come!”

In an instance, we had walked together around that meadow. The atmosphere had been quieter then, even quieter than before. Solitude had changed from the perfect silence into the sacred and contemplative one. But still, we walked in silence.

“Now, human! Do thy know that this meadow was once brighter than this?”

I shook my head, having no idea what he talked about.

“Yea, it was once a bright meadow, where the sun showering his ray unto those lively trees. It was silent, but a lively silence. Contemplative one. And now……..”

I really had no idea what was he talk about. I just nodded my head softly.

“It is dead silence. I, Doma, the ruler of the meadow, am very unhappy with this. I rule over silence and contemplation, but not the dead one. This is not what I intend to haft! And you know? It changes itself for thou!” said him in rising tone, breaking the silence. And in that moment, all the shadow and the specter were running away with fright. The gust not even dares to blow.

“I did? How come, my lord?”

“Ye haft to know that this is not the exile. Ye may not exile thyself here. Nay anger, regret, nor pity is allowed here, because it is meant to be the one for self reflection! The meadow is not meant to be a wasteland of doom and pity, but a shrine to achieve betterment and enlightment. Once anger, regret, and pity enter, it will adjust itself as thine mood!”

Hearing what he said, my heart was trembling. I didn’t mean to break anything in my own pity, only looking for a place to runaway and locking my entire self from the crowd.

“I didn’t mean to……”

“Nay words shall come from thine mouth, filthy creature. You are pitiful, lesser human! Now, move out!”

His voice kept rising in pitch, and his anger seemed to devour me in a bottomless hole. He stared at me, and in a glance, I felt his anger. It’s not even an anger, but endless fury, for I had ruined his land.

“Go away! Back to thine place! Ye art not welcome hither!” proclaimed him in a very powerful tone, absolute command that I couldn’t resist. I turned back and walked my path away from the land.

“Thank you for your patron. Then, just let me back to my world! I don’t need a place like this to pity myself! Let me just struggle with this pain which broke me inside. Hell with the pity!” shouted I.

Minute later, I was tempted to look back at him, and I got nothing there. The shadows were vanished, and the barren land changed into green and silent meadow. As with the changes, the pity and regret in my heart suddenly gone. It went away with the specters. Suddenly my lips were moving and formed a very nice smile, and I felt the hand of Doma on my shoulder.

Yeah, he gave me his permission to stay.

Wednesday, September 27, 2006

Cinta Sendiri


Kau ungkapkan, kepadaku
Kan ada saatnya nanti, engkau milikku satu
Kumenunggu, dalam bimbang
Adakah sungguhnya aku, kasih yang kau inginkan
Biar aku yang pergi, bila tak juga pasti
Adakah selama ini, aku cinta sendiri
Biar aku menepi, bukan lelah menanti,
Namun apalah artinya, cinta pada bayangan
Pedih, aku rasakan, kenyataannya
Cinta tak harus slalu miliki.
Jujur, aku tak yakin bisa
Jalani hari tanpa dirimu.........
Namun, apalah artinya, cinta pada bayangan??
(Cinta Sendiri, Kahitna)


Itulah lagu dari Kahitna yang belakangan ini baru jadi soundtrack of my days. Tiap pagi, selalu saja lagu itu yang berkumandang dari speaker komputerku..... Entah napa, kayanya lagu itu baru in aja buat kupingku...

Jujur sih, postingan blog ini (dan juga lirik lagunya), kutujukan buat seseorang yang ada di list friendsku di fs.... Sejak pertama aku ngeliat dia, kayanya love at the first sight deh, tapi gak berani kulanjutin.... Benih-benih cinta itu baru mulai berkembang ketika ia menyiraminya dengan segudang harapan, beberapa kencan, dan perhatian yang disampaikannya melalui pesan-pesan singkat di telepon genggamku. Berawal dari itulah, aku memutskan untuk berani mengambil langkah maju......

Ketika aku sudah memasuki hubungan yang lebih lanjut (or, at least I thought!)...., tiba-tiba pesan-pesan dan perhatian itu menghilang begitu saja. Ketika aku sudah memutuskan harapanku untuk mendapatkan hatinya, tiba-tiba saja ia masuk kembali ke dalam hidupku dan memberikan kehangatan yang telah hilang..... Terus saja seperti itu, tarik dan ulur tidak hentinya... Bahkan, di sela tarik ulur itu, ia sempat menjalin hubungan dengan seorang cowok lain (yang memang lebih dekat dengannya, dari segi usia dan dunia... I’m just way too old for her!).... Ketika ia putus dengan cowok itu, ia pun masih sempet curhat sama aku.
Aku terus terang, bingung dan nggak dong sama cewek satu ini. Apa seh sebenernya maunya??? Dan entah kenapa, sejak aku mulai dapet MP3 lagunya Kahitna yang ini (thanks to my best pren, Rurie!!!!), kayanya ini nyadarin aku dan ngasih aku kekuatan untuk bisa lepas dari pengaruh cewek ini.... Aku mulai berpikir, apakah benar aku selama ini cinta pada bayangan?? Apa sebenarnya ia memang hanya memanfaatkan dan mempermainkanku??

PS : Buatmu, wahai sang wanita.... Janganlah menggoda aku lagi. Biarkan aku tetap hidup di tengah kesendirianku (yang memang telah kupilih ini....).. Carilah seseorang yang memang lebih dekat denganmu, baik dari segi usia, dari segi dunia, dan pandangan hidup. Aku memang bukan untukmu.... Bye!

Tuesday, June 27, 2006

20 Ways To Torture People

  1. Tie him with chain, and spit on him many times

  2. Strip him and send one hardcore sadomasochist gay to him

  3. Burn his penis

  4. Cut his nose

  5. Slice his tongue

  6. Stab a big wood in his anus

  7. lit a candle under his feet

  8. Pluck one eye

  9. Stab him with a dull knife, repeat many times

  10. Amputate one of his finger without anesthetic

  11. Cut his stomach without anesthetic, and then just play with the gastrum

  12. Slice the penis ball

  13. Cut his ear

  14. Kick his head

  15. Nipple removal

  16. Drop hot candle on his skin

  17. Pour the salt all over his wound

  18. Put the chilli inside his stomach

  19. Put an electric cable in his stomach to shock him inside

  20. Keep doing it


By implementing these methods, I’m pretty sure that you will be able to see the pain, hear the scream from your enemies. Worst thing is, even though he hates you that much, and never want to talk with you, he will finally beg you, not to spare him, but to KILL HIM. If at that time you have a mercy for him, kill him instantly. But if you think that you still mad at him, you can just let him scream and beg you. Just enjoy the scream and begging!



Tulisan ini kupersembahkan buat seseorang yang senantiasa membuat hatiku panas....... Yeah, it's you, Mr Shu!!

Saturday, June 17, 2006

Father's Love Letter

My Child ~

You may not know me, but I know everything about you ~ Psalm 139:1

I know when you sit down and when you rise up ~ Psalm 139:2

I am familiar with all your ways ~ Psalm 139:3

Even the very hairs on your head are numbered ~ Matthew 10:29-31

For you were made in my image ~ Genesis 1:27

In me you live and move and have your being ~ Acts 17:28

For you are my offspring ~ Acts 17:28

I knew you even before you were conceived ~ Jeremiah 1:4-5

I chose you when I planned creation ~ Ephesians 1:11-12

You were not a mistake, for all your days are written in my book ~ Psalm 139:15-16

I determined the exact time of your birth and where you would live ~ Acts 17:26

You are fearfully and wonderfully made ~ Psalm 139:14

I knit you together in your mother's womb ~ Psalm 139:13

And brought you forth on the day you were born ~ Psalm 71:6

I have been misrepresented by those who don't know me ~ John 8:41-44

I am not distant and angry, but am the complete expression of love ~ 1 John 4:16

And it is my desire to lavish my love on you ~ 1 John 3:1

Simply because you are my child and I am your father ~ 1 John 3:1

I offer you more than your earthly father ever could ~ Matthew 7:11

For I am the perfect father ~ Matthew 5:48

Every good gift that you receive comes from my hand ~ James 1:17

For I am your provider and I meet all your needs ~ Matthew 6:31-33

My plan for your future has always been filled with hope ~ Jeremiah 29:11

Because I love you with an everlasting love ~ Jeremiah 31:3

My thoughts toward you are countless as the sand on the seashore ~ Psalm 139:17-18

And I rejoice over you with singing ~ Zephaniah 3:17

I will never stop doing good to you ~ Jeremiah 32:40

For you are my treasured possession ~ Exodus 19:5

I desire to establish you with all my heart and all my soul ~ Jeremiah 32:41

And I want to show you great and marvelous things ~ Jeremiah 33:3

If you seek me with all your heart, you will find me ~ Deuteronomy 4:29

Delight in me and I will give you the desires of your heart ~ Psalm 37:4

For it is I who gave you those desires ~ Philippians 2:13

I am able to do more for you than you could possibly imagine ~ Ephesians 3:20

For I am your greatest encourager ~ 2 Thessalonians 2:16-17

I am also the Father who comforts you in all your troubles ~ 2 Corinthians 1:3-4

When you are brokenhearted, I am close to you ~ Psalm 34:18

As a shepherd carries a lamb, I have carried you close to my heart ~ Isaiah 40:11

One day I will wipe away every tear from your eyes ~ Revelation 21:3-4

And I'll take away all the pain you have suffered on this earth ~ Revelation 21:3-4

I am your Father, and I love you even as I love my son, Jesus ~ John 17:23

For in Jesus, my love for you is revealed ~ John 17:26

He is the exact representation of my being ~ Hebrews 1:3

He came to demonstrate that I am for you, not against you ~ Romans 8:31

And to tell you that I am not counting your sins ~ 2 Corinthians 5:18-19

Jesus died so that you and I could be reconciled ~ 2 Corinthians 5:18-19

His death was the ultimate expression of my love for you ~ 1 John 4:10

I gave up everything I loved that I might gain your love ~ Romans 8:31-32

If you receive the gift of my son Jesus, you receive me ~ 1 John 2:23

And nothing will ever separate you from my love again ~ Romans 8:38-39

Come home and I'll throw the biggest party heaven has ever seen ~ Luke 15:7

I have always been Father, and will always be Father ~ Ephesians 3:14-15

My question is ~ Will you be my child? ~ John 1:12-13

I am waiting for you ~ Luke 15:11-32

Love, Your Dad, Almighty God


I found this excerpt from www.Fathersloveletter.com. And I'd like to share it to you people, that we are all His child.......

Friday, June 16, 2006

Interpreter

Since the earthquake, I got so many voluntary works, and my last job is being interpreter for the Pakistan medical centre...... Wew, I never thought that they are all very friendly and nice, except those thick beard........

I met so many friendly guys, Colonel Naseer, Major Rafiq, Major Zubair, Dr. Waseem, Dr. Zeeshan, Major Sheh Zat, Major Faroug and his wife, Majida Farouq, Capt. Arshad (yea, the fashion model!), CApt. Lubna (wew...... ), and many more.......

I love being there, and was very shock when Lubna said that they will move back to Pakistan next week.... They've been a part of my life, and I don;t think it will ever be the same again......

Thursday, May 18, 2006

Takut

Kadang, aku ketakutan dengan diriku sendiri, yang senantiasa dipenuhi dengan energi kemarahan dan dendam. Aku sendiri sadar dengan keadaanku itu, tapi aku tidak bisa mengendalikannya dengan mudah...........

Energi kemarahan dan dendam di dalam tubuhku meluap-luap, bagaikan sebuah gunung berapi yang siap untuk meletus. Apakah ini semua karena aku terlalu terbiasa untuk menahan semua emosi dan kemarahan????

Tuesday, May 09, 2006

Stupid MEssage!!!

This morning, when I opened my FS Message, I got one message from unknown person, stated that he want to give me money, as long as I allowed him to suck my dick! What the &$%#@ This is a real disgrace...... Though he said that he know I'm not a gay or bi, but still..... Am I kucing??? Am I that low???? Dammit!!! I hate it, having bussiness with that world again! I',m damn bored and tired! Shit!

Wednesday, April 19, 2006

Close Encounter of The Same Kind

Well, for the title, I don't mean to say that finally I meet those nerdies and geekers, but I meet my ex-colleagues, or should I say, not all my colleagues, but also my seniors. We were all GEMA crews (teenage column in BERNAS, eliminated in recent issues), and at that time, I was the youngest (1st grade of Junior High, and most of my partners were at least 1st grade of Senior High!!! '^_^).
This woman, whom I met recently, was one of my senior, and a die hard journalist at that time. Her name is Femi. Fr. Femi Adi something....... And I found out that she was in the writing career right now, being a true journalist.
This made me think, that, hey, GEMA was really precious (though we worked without any single penny given, labouring all week, trapped by deadline, and no salary........). It really taught us, how to write. We learnt to write through experiences (well, that's the best teacher though!). And what has happened to us?
Other than Femi, I found that our senior (can be said, the pioneer), Kristupa W. Saragih (some may have heard his name) has found success, started from being Hai Magazine contributor (he was the first of us to step forward into national publisher), and now becoming a famous national photographer, or even international.
AA Kunto A (the pioneer of Sanggar Talenta), once worked in Kanisius, routinly sent his writing to Kompas, the worked in BASIS, and now becoming journalist in MARKETING magazine. FAmous also!
Punto Wijayanto, I forgot his achievement, but I'm sure have heard of it somewhere.
The Others? Well, Iip was my senior both in GEMA and Persada (my High School Magazine), Erita C.B., heard of you somewhere..........
Yeah, myself, soon will publish 2 novels. So, what a way GEMA has changed us! (If you'd like to know, my reason for joining GEMA was to publish my own name in Newspaper. That time, I think it's COOL! What a lame reason!!)
Guys, glad to have chance to know you all! Hope our success and career will keep growing like we all wished!

Wednesday, April 12, 2006

F**k

These days, I feel so fucking tired. Perhaps, because one problem comes after another. Simultaneously, don't even have the time to rest. One activity coming after another. Only God knows when it stops.

I lost my loved one, once again. Yet, it's not about rejection, but I just don't give goddamn fucking shot. Well, though now, she's with one of my fucking best friend, but still, I'm fucking tired of this releasing and letting go........ Goddamn it! Yet, almost at the same time, I did meet one person, who gave me warmth and comfort. But, as usual, you know who usually comes and approaches me?? Yeah, good guess man! Same thing keeps happening! Asshole!

i'VE BEEN so fucking tired with these bloody problems and duality. Ambiguous, Vagueness, whatever you call them! I'm so fucking tired man!

(And perhaps, it DOES explain strong swear words in this item. Asshole!)

Saturday, February 11, 2006

Dosen, euy!!!!

Well, good things keep happening, despite lot of BAD thing!!! Just 2 days ago, I got an offer to design material for teaching management students. 'Coz Pak Markus said that it can be my thesis later, I accepted it eagerly. And you know what happened???? He also said that I can be the lecturer for the material I designed. DOSEN!!!!!!! DOSEN, and in my 5th semester??????????

GOD must have been really crazy lately!

Thursday, January 26, 2006

11 Februari

Valentine's Mass 2006 bakal diadain di kapel Sadhar tanggal 11 Februari 2006. Nah, di acara itu, gw didhapuk untuk jadi MC bareng ama si Mary. Seneng seh sebenernya, lha wong ada si Anton. Tapi tiba-tiba, kepalaku berputar........

11 Februari 2002, itu saat dimana gw yang baru semangat-semangatnya buat nembak si Gita, dikagetin dengan berita dari Liana. Waktu gw konfirm ke Liana tentang rencana buat nonton bareng Ada Apa Dengan Cinta pas Valentine, dalam hati gw tuh dah ada rencana buat nembak si Gita. Eeeh, ternyata LIana bilang kalo Gita bakal dateng nonton bareng si Habibie. Busyet, bisa dibayangin, gimana rasanya ati ini!!! Berarti, Gita ama Habibie.................

11 Februari 2002, hari dimana aku mendapatkan patah hatiku yang pertama, yang bener-bener berpengaruh dalam peristiwa-peristiwa selanjutnya! Yang sempat mengubah hidupku! Dan, kenapa sih tahun ini tanggal itu pas hari SAbtu???? Pas misa Valentine???????????

Teman yang berubah

Teman yang Berubah
Sekitar 4 hari yang lalu, aku ketemu sama salah seorang teman terdekatku, atau mungkin lebih cocok kalau aku bilang, orang yang pernah menjadi teman dekatku. Bukan karena ada apa-apa, tapi lama nggak ketemu aja seh, losing contact, istilahnya. Nah, di situ kita ngomongin lagi salah seorang temen kita dulu, Caessar.
Emang seh, si CPC ini dulu pernah jadi satu gang ama kita berdua. Setelah kepisah cukup lama waktu SMA, aku akhirnya ketemu si Caessar ini di JDF (itu tuh, forum debat yang lumayan terkenal di Jogja). Nah, waktu aku ketemu, kok rasanya aneh ya ngomong ama si Caessar ini. Seolah dia nggak kenal ama aku. Seolah-olah, dia bukan temenku yang dulu. Waktu itu sih, aku ngerasa, mungkin aku aja yang terlalu terjebak sama masa lalu, sementara dia terus jalan ke depan. Ya udahlah, aku biarin aja!!
Eee, ternyata waktu aku ketemu sama si Agita, dia juga bilang kalo dia kaya udah gak kenal lagi ama si Caessar. So, apakah ia memang berubah menjadi orang lain? Apakah memang aku harus kehilangan lagi seorang teman??

Wednesday, January 25, 2006

Teman

Teman,
kalian hadir di sisiku,
disaat aku sedang hancur,
disaat aku sedang jaya.

Kalian ada,
senantiasa ada,
ketika aku membutuhkan.

Dan kita bagai sebuah keluarga,
kita saling berbagi,
kita saling menjaga,
walau memang satu dua masalah pernah ada.

Tapi,
satu yang pasti,
aku bersyukur pada Tuhan,
bahwa kalian pernah hadir di dalam hidupku,
dan akan selalu hadir........

Tulisan ini dipersembahkan untuk teman-teman terbaikku, yang akan senantiasa hadir di dalam hidupku. Kalian benar2 anugerah terindah yang pernah kumiliki. Buat Naomi, yang senantiasa ada untuk saling berbagi, apapun keadaanku. Buat Ruri yang selalu siap hadir di sisi hidupku. Buat Eddy, yang sudah menjadi bagian dari keluargaku, yang selalu mau mendengarkan apapun kataku, dan mau memahami segala kegilaan dan kemarahanku. Buat Onald dan Panggih, yang sudah menyemarakkan hidupku, membuat segala suasana menjadi sangat indah. Dan terakhir, buat Ito yang mau memaafkan dan menerima segala kegilaanku!