Thursday, October 16, 2014

Surat bagi diriku sendiri, 15 tahun yang lalu

Halo le,

Ini aku, kamu sendiri lima belas tahun yang akan datang. Aku membayangkan (dan mengingat) kamu pasti masih memakai baju seragam putih biru itu. Rasanya masih segar dalam ingatan, kemeja putih yang sudah berubah warna kekuning-kuningan dan celana pendek biru yang jahitan di bagian kanannya sudah sedikit robek. Iya, aku masih ingat celana seragam yang terlalu pendek itu, yang membuatmu banyak dihina orang-orang karena dianggap memamerkan keseksian paha. Padahal apanya sih yang seksi? Paha kecil kurus kering milik seorang anak kelas dua SMP? Seksi dari mana?

Dalam bayanganku, kau saat ini pasti sedang berjalan di jalan Juwadi, bagian belakang SMP 5 yang berdebu itu. Rambut ikalmu berantakan, kepala menunduk, dan kedua tangan menggenggam erat tas ranselmu. Masih kuingat, terlalu segar dalam ingatan dan takkan bisa terlupa. Kalau tidak salah ingat, saat itu kau menyenandungkan perlahan sebuah lagu yang kau tulis sendiri liriknya, lagu dengan irama yang tidak jelas juntrungannya. Tapi apa peduli kita pada kualitas melodinya? Kita hanya butuh berteriak, mengeluarkan apa yang ada di hati. “I’m in trouble, I have a problem, please my Lord help me, give me a way!” Kira-kira begitu kan bunyi refren lagu itu?

Kau saat itu sedang bertanya-tanya, beranikah dirimu melompat ke tengah jalan di saat sebuah bus kota melintas. Beranikah kau mengakhiri hidupmu sendiri? Dan masih banyak sekali alternatif bunuh diri lain yang berkelebat dalam otakmu. Aku tahu, pasti banyak orang yang membaca ini akan berpikir bahwa kau tak lebih dari seorang pengecut yang tak berani menghadapi kerasnya hidup. Dan aku ingat, kau juga pernah berpikir seperti itu, bahwa kau tak lebih dari seorang pengecut tanpa keberanian.

Seandainya aku bisa berada di sana, bisa berada di saat itu, aku pasti akan menepuk-nepuk pundakmu. Hanya itu yang kau inginkan, hanya itu yang kau butuhkan. Seseorang yang tahu bagaimana rasanya menjadi seorang yang tidak diharapkan, yang selalu kenyang dengan hinaan sehari-hari. Kau butuh menangis keras, sesuatu yang tidak pernah berani kau lakukan di saat itu. Dengan hinaan “banci” yang disematkan karena kau tidak bermain bola, tidak mendengarkan musik-musik mainstream di saat itu, menangis menurutmu hanya akan membuatmu menjadi lebih tidak lelaki. Tapi kau butuh melakukannya, kau butuh menangis dan mendengar kata-kata, “Semuanya akan baik-baik saja di masa depan!”

Aku ingin sekali bisa memberikanmu kata-kata itu, menjanjikan bahwa semua akan baik-baik saja, menunjukkan bahwa akhirnya kau akan bisa keluar dari stigma ‘berbeda’ dan hidup seperti orang-orang yang lain. Tapi kenyataan yang ada tidak seperti itu, doel.

Sampai kapanpun, kamu akan selalu berbeda. Kamu itu unik, doel, berbeda dengan teman-temanmu yang lain. Bahkan sekarang, lima belas tahun setelah tahun-tahun mengerikan itu, kamu masih berbeda dengan mereka semua. Tapi semua yang kamu alami itu akan membuatmu lebih kuat, membuatmu mampu bertahan dalam banyak hal. Jangan menyerah, karena aku tahu kamu akan bertahan (kalau tidak, bagaimana mungkin surat ini datang padamu?).

Bully tidak pernah hilang, le. Mereka akan selalu ada, selalu menghadangmu di depan. Mereka hanya berubah bentuk, mereka hanya berubah rupa dan suara. Tapi kamu sudah pernah mengalaminya, sudah ditempa dengan kuat untuk melaluinya. Akan tiba waktunya ketika kamu menyadari bahwa seharusnya kamulah yang harus mengasihani mereka; atas kelemahan mereka.

Kalau meminjam kata-kata Yesus di Alkitab (jangan khawatir, doel, kamu tidak akan tumbuh menjadi manusia super religius kok!), semakin bagus anggur yang dihasilkan, semakin keras pula tekanan yang diberikan. Tekanan-tekanan yang diberikan padamu justru membuatmu bekerja semakin keras, karena ingin membuktikan dirimu sendiri.

Aku ingat bahwa kamu pernah (atau mungkin sedang) mencoba menjadi bagian dari mereka. Kamu bangun di pagi-pagi buta demi menonton pertandingan demi pertandingan Fiorentia, kamu memelototi semua berita olahraga dan sepak bola di koran setiap pagi, bahkan berusaha menghafal semua nama-nama pemain bola yang asing itu dari majalah Liga Italia dan Liga Inggris. Semua hanya demi bisa bercakap-cakap dengan teman-teman sekelasmu kan? Padahal kamu tidak pernah benar-benar menikmatinya. Hanya membuat batinmu tersiksa. Atau ketika kamu membeli sebuah bola bersama-sama dengan empat empat teman yang lain, memaksa diri bermain bola (walaupun sebenarnya kamu hanya ingin duduk di kelas dan lanjut membaca Animorphs), bahkan ikut tim kelas dan berdiri di lapangan menjadi bek (yang bahkan kamu sendiri tidak tahu harus melakukan apa).

Jangan khawatir atas kegagalanmu masuk dan ‘berubah’. Justru kalau kamu berubah, selalu berubah, semua tidak akan pernah selesai. Tuntutan sosial dan masyarakat selalu berganti, dan kamu hanya akan kehilangan dirimu sendiri. Jangan khawatir, pada waktunya kamu justru akan melihat betapa mereka sesungguhnya adalah korban konstruksi sosial, korban-korban yang terperangkap dan tidak bisa keluar dari tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal. Di saat itulah, rasa kasihan akan membuncah dan sedikit banyak kau akan lega atas semua pencerahanmu.

Yang kuat, le! Pada saatnya, kamu akan membantu orang-orang sepertimu, seperti kita. Tanpa pengalaman ini, kamu tidak akan bisa memahami mereka. Dan kita tahu, yang  mereka butuhkan hanya dipahami, hanya tempat yang aman. Kita membantu dan pada saat yang sama kita juga dibantu.

SMP cuma tiga tahun kok. Setelah itu, masa SMA tidak akan seburuk yang kamu bayangkan. Kamu akan bertemu banyak teman-teman yang membantumu melihat dunia. Masa SMA-mu akan cukup berbeda, tidak seperti yang kau baca dan tonton. Lepas dari tiga tahun di SMA, kamu akan menemukan banyak teman dan sahabat –orang-orang yang tidak akan mempermasalahkan keunikan-keunikan dirimu.


Doel, kamu akan bisa melihat dunia lebih banyak daripada teman-temanmu itu. Kamu akan pergi jauh, memperoleh perspektif baru, dan berkelana. Surat ini pun tidak kutulis dari Indonesia, doel! Bukan kaya harta, tahta, atau wanita, kamu akan menemukan kebebasan yang lebih berharga dari semua itu. Dunia tidak hanya selebar SMP 5 atau Kotabaru, dunia tidak hanya seluas kota Yogya, atau bahkan Indonesia. Bermimpilah, karena mimpi-mimpimu itu yang akan menjadi sayapmu, mengepak jauh pergi. Saat kau melayang, akan kau sadari betapa orang-orang itu tidak lebih besar dari semut hitam…….

No comments: